Custom Search

Jumat, 13 Februari 2009

LEGENDA BANYU WANGI

Pada suatu hari Nyai Pandanwungu datang ke Kerajaan Karang Sewu. Ia menemui Raja Sindureja dan sang Permaisuri yang bernama Kencanawati. Ia meminta Sang Raja agar mengutus seseorang untuk memetik Bunga Kendaga Buana di puncak Gunung Ijen. Nyai Pandanwungu mengatakan bahwa bunga tersebut sangat berkhasiat untuk meremajakan kecantikan abadi pada wajah yang meminum air tersebut khususnya ditujukan kepada Permaisuri. Selain itu ia juga mengusulkan anak tirinya yaitu Patih Sidapaksa untuk melaksanakan tugas tersebut. Hal itu ditujukan untuk menguji kesetiaan sang patih. Mendengar cerita Nyai Pandanwungu akhirnya Prabu Sindureja menyetujui hal tersebut. Dalam hati Nyai Pandanwungu sangat gembira ia dapat segera melaksanakan rencana jahatnya.
Setelah itu, Patih Sidapaksa dipanggil untuk menghadap. Padahal ia baru selesai melaksanakan tugas penting. Dan sekarang dalam masa istirahat. Untuk menunjukan kesetiaannya kepada Sang Prabu, ia segera berangkat. Disana ia diberi tugas tersebut. Betapa sedih hatinya karena ia harus melaksanakan tugas penting disaat istrinya yang bernama Ni Kembang Arun sangat membutuhkannya. Dikarenakan ia sedang hamil. Mendengar perkataan suaminya hati Ni Kembang Arun sangat sedih. Ia harus menerima dua hal berat yaitu ditinggal suaminya dan berhadapan dengan mertuanya yang selalu jahat dan merendahkan dirinya. Tetapi Ni Pandan Arun tidak mengatakan apapun, ia akan menyetujui keputusan apapun yang diambil oleh suaminya.
Maka berangkatlah Patih Sidapaksa menuju puncak Gunung Ijen. Sebelum ia berangkat, iatelah diberitahu oleh ibu tirinya agar ia jangan pernah kembali sebelum mendapatkan Bunga Kendaga Buana. Karena inti dari tugas ini adalah menguji kesetiaanmu kepada kerajaan ini. Kini sang patih telah menempuh perjalanan yang sangat jauh sampai berminggu-minggu, hingga istrinya melahirkan ia belum kembali. Ni Kembang Arun melahirkan bayi laki-laki yang sehat dan tampan seperti ayahnya, yang kelak akan menggantikan posisi ayahnya di kerajaan.
Setelah bayi itu lahir, ibu tiri sang patih berpura-pura baik keada menantunya, seolah-olah ia sangat senang dengan kelahiran cucunya. Pada awalnya Ni Kembang Arun merasa heran dengan perubahan sikap mertuanya. Tetapi karena perilaku Nyai Pandanwungu selalu baik terhadap cucunya Ni Kembang Arun mulai percaya kepada mertuanya.
Ketika Ni Kembang Arun akan mandi, ia menitipkan putranya ke nenek dan bibi emban. Saat yang ditunggu Nyi Pandanwungu telah tiba. Ia segera menyuruh bibi emban untuk pergi, lalu ia membawa cucunya ke tengah hutan belakang rumah. Disana ia menghunuskan pisau ke leher cucunya yang masih suci sambil mengatakan, “keturunan darah Jember itu ! Mampuslah, kau !” Mayat anak Sidapaksa itu dibuang ke kali yang sangat keruh dan berbau busuk. Dan pisau kecil itu dibawa kembali untuk digunakan dalam muslihat yang selanjutnya.
Selesai mandi Ni Kembang Arun mencari anaknya. Ia bertanya kepada bibi emban. Kata bibi emban, “Den Putra tadi bersama neneknya”, lalu mereka mencari bayi tersebut sampai seisi rumah. Namun hasilnya nihil. Ni Kembang Arun pun mulai curiga kepada mertuanya, tetapi tanpa bukti yang jelas ia tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa hari kemudian Nyi Pandanwungu datang ke rumah menantunya. Ia berpura-pura kaget saat menantunya mengatakan bahwa cucunya teah hilang. Kemudian ia memaki menantunya dengan kata-kata yang sangat kasar dan kotor.
Setelah kejadian itu, setiap malam Ni Kembang Arun berdo’a agar kelak ia dapat bertemu kembali dengan anaknya yang sangat ia cintai. Ia menangis tanpa henti. Selain itu, ia tidak mau untuk makan sehingga tubuhnya tinggal sisa kulit dan tulang.
Patih Sidapaksa telah berhasil mendapatkan Bunga Kendaga Buana. Iakini telah sampai di kerajaan. Betapa senangnya hati Sang Prabu dan Permaisuri, karena sang Patih dapat melaksanakan tugas sesuai dengan keinginan mereka. Mendengar kabar tersebut Ni Kembang Arun sangat bahagia. Ia akan bertemu kembali dengan suaminya yang sangat ia cintai. Mengetahui kabar yang sama, Nyai Pandanwungu segera menyusun siasat. Ia menunggu anaknya di perempatan yang akan dilalui anaknya. Patih Sidapaksa melewati tempat tersebut sesuai apa yang diperkirakan Nyi Pandanwungu. Ia segera menghentikan langkah kudanya ketika melihat ibunya berada di tengah jalan. Lalu Nyi Pandanwungu menceritakan semua cerita bohong kepada anaknya. Kalau istrinya telah berselingkuh selama Sidapaksa pergi dan ia juga telah membunuh anakmu. Buktinya lihat saja di bawah bantal pasti ada pisau kecil yang berlumuran darah kering. Seandainya ia menangis itu hanya pura-pura untuk menutupi perbuatan bejadnya saja. Dipacunya kuda dengan kencang, sedang Nyi Pandanwungu bergembira melihat peristiwa itu.
Sesampainya di rumah Sidapaksa sangat marah. Ia lalu menyeret istrinya keluar rumah dan memaki istrinya dengan kata-kata yang kasar. Ia terus memaki tanpa memperdulikan apa yang dikatakan istrinya. Ia membawa istrinya ke tepi kali dimana istrinya membuang anaknya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Namun Ni Kembang Arun yang tadinya diam saja tiba-tiba menangis, “Oh, Gusti, ternyata Engkau selama ini disini anakku,” kata Ni Kembang Arun. Tiba-tiba muncul bunga berwarna putih yang besar dari kali tersebut. Airnya yang tadinya keruh dan berbau busuk, kini telah berubah jernih dan harum. Dengan sekejap Ni Kembang Arun melompat kedalam air dan hilang begitu saja. Sidapaksa hanya diam saja tak berdaya melihat kejadian itu. Inti bunga tersebut terdapat wajah anaknya. Ia mengatakan bahwa ibunya tidak bersalah melainkan neneknya yang telah membunuh dirinya. Kemudian muncul bunga yang lebih besar lagi dari dalam kali itu. Didalam bunga tersebut terdapat wajah Ni Kembang Arun. Kedua bunga itu hanyut oleh arus sungai dan hilang dalam sekejap mata.
Dengan perasaan galau Patih Sidapaksa meninggalkan tempat tersebut. Dari balik pohon terdapat Nyi Pandanwungu yang sedari tadi mengintip kejadian tadi. Ia segera lari ketakutan karena ia takut akan dibunuh oleh anak tirinya. Tiba-tiba langit menjadi gelap gemuruh bersahut-sahutan. Seketika itu pula tubuh nenek penuh dengki itu tersambar petir, dan abunya ditiup angin yang keras. Seakan-akan bumipun tidak mau menerimanya. Sejak saat itu tempat tersebut diberi nama Banyu Wangi.

Unsur Intrinsik
Tema
Kesetiaan istri terhadap suaminya

Tokoh
Sidapaksa : setia, patuh terhadap orang tua
Nyai Pandanwungu : jahat, iri dan dengki
Ni Kembang Arun : setia, baik hati
Kencanawati : setia

Alur
Maju karena alur dari cerita ini beruntun antara kejadian satu dengan yang lain


Sudut Pandang
Orang ke-3, karena dalam cerita ini pengarang menggunakan nama tokoh/orang dalam menceritakannya. Selain itu pengarang hanya sebagai pengamat.

Setting
Cerita ini terjadi di Kerajaan Karangsewu

Amanat
- Kebenaran akan selalu terungkap walaupun melalui proses yang panjang
- Siapa yang menanam benih kebaikan pasti ia akan menuai hasilnya begitu pula dengan kejahatan

Gerbang Unpad Ngompol

Gerbang Universitas Padjadjaran (Unpad) ngompol adalah sebuah pernyataan yang sangat mengherankan. Karena dalam benak kita hanya bayi saja yang bisa ngompol. Namun gerbang unpad yang ada di Jatingangorpun bisa ngompol juga. Saya rasa hal itu bisa saja tetapi pernyataan tersebut tidak kita telan metah-mentah.
Dalam kasus ini makna ngompol adalah kebocoran saluran air di gerbang Unpad yang sekarang sudah beralih fungsinya menjadi jalan raya. Dan kebocoran tersebut mengakibatkan terbentuknya aliran air di sisi kanan dan kiri jalan. Maka terciptalah sebuah sungai kecil yang mengapit jalan raya. Kebocoran air semakin bertambah parah saat hujan datang. Kapasitas air bertambah maka bertambah kuat pula air yang mencoba keluar dari saluran yang bocor. Saya kira kalau hal itu dibiarkan begitu saja pasti masalahnya akan bertambah panjang.
Seperti kata Cinta Laura yang berbunyi “ Sudah ujan, becek, tapi banyak ojek”. Mungin itulah gamabaran jalan disekitar gerbang Unpad saat ini. Secara kasar dapat digambarkan pula seperti pasar induk di saat hujan. Ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut sangat padat. Maka pemandangan yang kurang memanjakan mata tercipta di sekitar jalan yang menjadi aliran sungai kecil yang terbentuk akibat kebocoran.
Sebagai pejalan kaki, saya merasa sangat dirugikan dengan konsisi tersebut. Karena semenjak terjadinya kebocoran tersebut saya sulit untuk menyebrang jalan. Apalagi saat hujan ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang melintas taksedikitpun berkurang. Sekalilagi banyak pejalan kaki yang dirugikan.
Dalam Hal ini siapakah yang bersalah? Apakah dri pihak pemerintah yang telah membangun jalan tersebut kurang teliti sehingga mengakibatkan kebocoran. Karena menurut pengalaman saya belum gerbang lama Unpad dipugar untuk dijadikan jalan raya. Hal seperti ini tidak pernah terjadi. Tetapi mungkin saja ini hanya sebuah kebetulan. Lalu siapakan yang bersalah? Apakah mahasiswa Unpad dan masyarakat sekitar yang kurang peduli terhadap lingkungan. Sehingga kebocoran saluran air terjadi akibar sampah yang mumpuk. Atau pihak Unpad juga turut andil dalam masalah ini. Saya kira setiap orang memiliki jawabannya masing-masing. Dan sekarang bukan saat kita untuk saling menyalahkan.
Saya pikir yang terpenting untuk saat ini adalah masalah kebocoran ini harus segera teratasi. Walupun terlihat sepele namun akan menjadi perkara yang besar apabila sudah menelan korban. Saya harap pihak yang berwenang dalam masalah ini belum tetutup nuraninya. Sehingga mereka cepat tanggap dalam mengatasi malasah ini.

Otak atau Perut yang Bekerja

Kebanyakan orang membangkan apa yang mereka punya. Salah satunya adalah kemampuan otak mereka. Bahkan sebagian orang merasa lebih tinggi dibanding orang lain. Dan setiap orang pasti akan merasa senang jika memiliki otak yang pandai. Namun dalam kenyataannya banyak orang yang membanggakan kepandaian otak mereka saat makan tidak menggunakan otak mereka. Mengapa saya menagatakan seperti itu karena. Kita telah mengetahui bahwa banyak makanan yang berbahaya dan mengancam kesehatan orang yang memakannya. Contohya makanan –makanan instan yang kita sendiri tahu bagaimana kandungan kolesterol yang tinggi. Apabila kandungan kolesterol dalam tubuh kita terlalu banyak maka semakin rentan pula berbagai penyakit akan mudah datang menyerang.
Karena kebanyakan orang makan tidak menggunakan otak mereka melainkan dengan kepuasan indra perasa dan kenyangnya perut yang menjadi takaran mereka. Maka penyakit yang seharusnya terjadi pada usia lanjut yaitu stroke. Kini mulai merambah usia produktif. Saya kira hal itu wajar karena kebanyakan orang kurang memperhatikan pola makan dan gaya hidup mereka. gambaran manusia zaman sekarang adalah manusia yang semuanya serba priktis dan semuanya serba dikendalikan oleh mesin. Olah raga sedikit demi sedikit ditinggalkan. Kalau sudah seperti ini apa kata dunuia. Manusia hanya tidur dan sedikit melakukan aktivitas. Paling hanya jempol mereka saja yang berkerja untuk mengirim short massage service (SMS). Jadi dapat digambarkan proto tipe manusia di zaman yang akan datang kalu manusia bertubuh kecil, berkepala kecil, sedangkan jempol mereka saja yang besar. Karena organ itulah yang bekerja.
Sampai kapankan pola kehidupan seperti ini akan berlanjut. Padahal sudah banyak film yang mengingatkan kita akan bahaya pola hidup yang tidak sehat. Contohnya film Wall-E yang mengangkat bahwa kebiasaan manusia yang membuang sampah sembarangan dan memproduksi barang tanpa memperhitungkan kegunaan serta kapasitasnya. Mengakibatkan dunia akan tertutup sampah dan mengakibatkan taman tak mau tumbuh. Sehingga oksigen musnah dan manusia harus meninggalkan bumi. Selain itu, bentuk manusia digambarkan hanya segumpal daging yang bisanya hanya duduk. Makan dan minum sambil duduk. Tulang mereka tidak mampu menahan berat beban mereka. Untuk berdiri saja susah. Senandainya kehidupan kita seperti ini selamanya maka bagaimana kehidupan kita dimasa yang akan datang. Apakah yang digamabarkan dalam film futuristik Wall- E akan jadi kenyataan?
Mulai dari sekarang kita harus merubah kebiasaan kita. Yaitu makan dengan menggunakan otak. Memilih apa yang baik dan buruk bagi tubuh kita. Selain itu kita harus peduli linggkungan agar udara yang menyehatkan masih tersedia untuk kita. Karena perlu diwaspadai penyakit akibat pola makan dan pola hidup yang kurang baik. Senantiasa mengincar kita.

Murka dan Merana

Pemanasan global (global worming) sebuah kata yang sudah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi penduduk dunia. Termasuk saya yang sudah lama merasakan efek pemanasan global tersebut. Saya sering berangan-angan sampai kapankah bumi kita akan bertahan? Bumi kita mulai terbatuk-batuk dengan asap pabrik yang sekarang mulai menyelimuti langit kita. Apakah bumi kita dapat bertahan dari penyakit kronis yang menggerogoti seluruh organ dalamnya secara perlahan tatapi pasti layaknya virus HIV?
Kalau saja bumi kita dapat berbicara, dia pasti akan mencaci-maki kita. Bahkan dengan kata-kata yang paling kasar sekalipun. Dan sampai akhirnya, ia tidak mau lagi menampung manusia untuk tinggal. Ia begitu merana. Ia hanya bisa meluapkan isi hatinya dengan memendam perasaannya dalam-dalam. Mungkin saja ia sering iri dengan teman sejawatnya yaitu planet-planet lainya. Mereka tidak memiliki beban untuk memberi kehidupan. Mereka dapat melenggang dengan santainya mengitari matahari. Tidak seperti bumi yang harus memikul beban berat di pundaknya.
Salama ini, hanya segelintir orang saja yang peduli terhadap lingkungan. Apakah kita tidak mempedulikan masa depan anak cucuku kita? Akankah gambaran bumi yang digambarkan dalam film animasi Wall-E yang begitu jelas dengan tumpukan sampah dan merana. Sampai-sampai tanamanpun takmau tumbuh. Oksigen lari entah kemana. Dan bumi tinggalkan begitu saja. Oleh manusia yang tidak tahu balas budi. Sampai kapankah kita tetap diam dengan keadaan seperti ini? Sudah hilangkah akal budi manusia di zaman yang sudah edan ini.
Hutan di Indonesia semakin menyusut. Sedangkan pembalakan liar semakin hari meningkat. Hutan di Indonesia yang dulunya mendapat julukan paru-paru dunia. Kini mulai terserang bronkhitis. Kuman-kuman jahanam mengerogoti sel-sel paru-paru dunia. Mereka hanya mereguk untungnya saja tanpa memikirkan efek jangka panjangnya.
Coba kita pikirkan, lubang ozon sudah terbuka begitu lebarnya. Dan alam sering menunjukan kemurkaannya kepada kita. Kapankah setiap orang di seluruh dunia sadar akan peduli lingkungan? Saya pikir hal itu sangat tipis kemungkinannya untuk terjadi. Terutama untuk bangsa Indonesia. Bangsa yang penduduknya bebal untuk peduli lingkungan. Menurut saya, setiap warganya sudah kebal terhadap banjir dan bencana alam yang menimpa. Dan hidung kita sudah berevolusi sehingga tahan terhadap berbagai macam bau sampah yang ada. Mata kita sudah tertutup katarak sehingga membiarkan kekayaan alam kita dikeruk dan dirusak oleh orang asing.
Musim di Indonesia sudah tidak menentu. Kapan musim hujan dan kapan musim kemarau. Sudah tidak dapat ditentukan seperti dulu. Semua serba tidak menentu, musim sudah linglung. Ia sudah tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Akibat lapisan ozon terbuka yang semakin melebar. Alam begitu murka, sampai-sampai menunjukan kemurkaannnya dengan mendatangkan bencana di mana-mana. Tidak terkecuali Negara Indonesia.
Dari segi kesehatan berbagai macam penyakit aneh mulai bermunculan. Dan meneror setiap penduduk dunia. Virus-virus bermutasi akibat ulah kita yang menjalamah dunia mereka. Dan akibat sinar ultraviolet yang secara langsung menerobos pori-pori ozon yang sudah merapuh. Flu burung dan HIV, salah satu contoh nyata dari hasil mutasi tersebut. Ulah siapakah? Lagi-lagi ulah kita sendiri.
Angan-angan saya melambung lagi, andai saja seluruh penduduk dunia sadar dari mimpinya sekarang. Mungkin pencegahan terhadap pemanasan global dapat sedikit teratasi. Namun, kini kita tengah asyik terlelap dalam nina bobo teknologi yang semakin lama semakin mengila. Setiap Negara berlomba-lomba menciptakan alat mutahir yang dapat menghancurkan dunia sekalipun. Nuklir salah satu produk utamanya. Apakah pemikiran mereka sudah keblinger. Saya hanya tertawa sinis melihat keadaan yang semakin miris. Di sisi lain, negara kita hanya negara yang tunduk seperti kerbau. Negara yang tidak punya kekuatan. Ia hanya menarik nafas panjang. Melihat badannya dijadikan tempat sampah. Bagi teknologi asing yang sudah menjadi rongsokan. Ia hanya menjadi korban dari manusia yang semakin edan.
Awan hitam membumbung dilangit, kentut dari kijang dan bebek bermesin memenuhi setiap partikael udara yang ada di dunia. Ditambah lagi dengan cerutu pabrik yang tidak berhenti mengepul. Di Indonesia tidak ada syarat khusus untuk memiliki kendaraan tersebut. Jadi binatang dan banguan bermesin itu dapat tumbuh subur. Bagaikan cendawan di musim hujan. Hal itu dikarenakan pola pikir kita sudah keblinger. Kita lebih memilih kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Padahal dengan naik kendaraan umum kita tidak susah-susah dalam perjalanan. Kita hanya duduk manis untuk sampai tujuan. Sayangnya, hal itu tidak akan terjadi. Karena kurangnya fasilitas dan perhatian pemerintah untuk memanjakan rakyatnya. Selain itu, pemerintah juga kurang memperhatikan tata ruang kota. Sehingga asap dapat berkumpul dimana-mana tanpa di uraikan oleh tanaman. Dan pemerintah hanya memikirkan keuntungan dari investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Hal yang ironis terjadi di Negara kita tercinta. Yaitu pembalakan liar terus berjalan bergandengan tangan dengan angka polusi di Indonesia. Negara yang kecil dalam segala hal ini, turut andil terhadap pemanasan global yang melanda dunia. Dunia yang semakin tua.
Inti permasalahan dari pemanasan global adalah manusia itu sendiri. Saya beragnggapan bahwa kita selama ini takut dengan masalah yang kita buat sendiri. Takut yang sudah mengakar dalam hati manusia yang ada di bumi. Rasa takut untuk menyelesaikan permasalahan. Sampai akhirnya kita merasa terbiasa dengan rasa takut itu. Pemanasan global sudah tidak dapat dicegah lagi. Semua terlanjur terjadi. Yang dapat kita lakukan saat ini adalah merubah pola hidup kita. Kita harus peka terhadap lingkungan. Agar memperlambat laju kerusakan bumi akibat pemanasan global. Dan umur bumi kita dapat bertahan sampai anak cucu kita.

Senyum Karyamin

Tokoh Karyamin dalan Cerpen “Senyum Karyamin” digamabarkan sebagai orang desa yang miskin. Ia bekerja sebagaipenambang batu di sungai. Penulis mengambarkan karakter Karyamin sebagai seseorang laki-laki yang pantang menyerah ia berusaha terus menerus walaupun ia jatuh samp[ai beberapa kali.berikut kutipannya:
“Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh,lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya.”(halaman 1)
Dari kutipan diatas Karyamin pantang menyerah untuk mengankat batu ke atas walaupun ia sudah jatuh dua kali pada pagi itu. Terlebih lagi ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Karyamin digambarkan juga sebagai seorang suami yang bertanggung jawab ia berusaha menafkahi keluarganya. Ia adalah orang miskin yang bodoh. Yang sudah ditipu tengkulak yang membawa batunya. Penulis melukiskan Karyamin sebagai orang desa yang identik dengan kebodohan, kemiskinan dan bersahaja. Penulis menggambarkan kemiskinan tersebut dengan Karyamin yang terbelit oleh banyak utang. Selaina itu ia sendiri tidak mampu untuk mengisiperutnya sendiri. Berikut kutipannya:
“Jadi kamu sungguh tak mau makan, Min?” Tanya Saidah melihat Karyamin bangkit.
“Tidak. Kalau kamu tak taham melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang –utangku dankawan kawan.” (halaman 4)
Karakter tiadak mau merepotkan orang lain ditambahkan penulis sebagai sifat Karyamin. Sebagai mana orang desa yang tahu diri. Karyamin adalah orang yang sabar ia mengahadapi cobaan hanya dengan tersenyum. Karena ia tidak tahu lag harus berbuat apa dengan kesulitan yang ia alami. Penulis menggambarkan senyuman Karyamin sebagai suatu kemenangan atas segala kesuliatan yang menimpa Karyamin. Karyamin juga sangat mencintai istrinya dan ia tidak mau membuat istrinya bersedih atas apa yang menimpanya. Ia tidak mau menambah penderitaan yang sedang dialami istrinya.
Dalam cerpen ini latar alam merupankan hal yang sangat menonjol dalam cerpan ini. Seperti cerpen-cerpennya yang lain Ahmad Tohari sangat kuat dalam menggambarkan latar alam. Lataralam di cerpen ini adalah sebuah kali yang masih asri dan masih dapait diambil batunya. Tidak seperi kali-kali yang ada di kota-kota besar yang kalinya sudah tidak dapat diharapkan lagi karena berwara hitam dan bau. Berikut kutipan latar alam carai cerpen “Seyum Karyamin”:
“Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karuyamin menagkap sesuatu yang bergerak padasebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh si paruh udang.punggugnya biru erngkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah sanga. Tiba-tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Degan mangsa diparuhnya mangsa diparuhnya burung itu melesat melintasi para pencari batu, naik menghindari rumpun gelagah dan lenyap dibalik gerumbul pandan.” (halaman 5)
Penulis benar-benar dengan sangan sangat detail menggambarkan suasana alam yang ada didaerah tersebut. Baik dari kebiasaan burung si paruh udang yang lengkap dengan morfologi burung tersebut. Yang kini sudah jarang ditemui di kota. Penulis juga menggambarkan pedesaan sebag dunia yang jujur dan masih erat sekali rasa saling menolong. Berikut kutipannya:
“Jadi kamu sungguh tak mau makan, Min?” Tanya Saidah melihat Karyamin bangkit.
“Tidak. Kalau kamu tak taham melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang –utangku dankawan kawan.” (halaman 4)
Dari kutipan di atas penulis berusaha melukiskan rasa saling menolong maih sangat lekat di pedesaan. Tidak seperti di kota yang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Selain itu penulis benar-benar dengan jelas mengetahui bagai mana cara menganakat batu. Dari tempat yang miring.hal itu menambah kesan benar-benar seperti nyata.
Cerpen “Senyum Karyamin” menggunakan sudut pandang ketiga penulis serba tahu. Karena penulis menggukan Karyamin sebag pelaku utama dan menggukana kata ganti orang ketiga. Penulis juga menggukan gaya bahasa yang sederhana di samaping itu ia juga banyak menggukan majas. Berikut kutipannya:
“Tubuhnya rubuh,lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya.” (halaman1)
“lambungnya yang kempongberguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh tubuhnya”(halaman 6)
Sedangkan alur penulismenggukan alur maju karena tidak ada bagian yang mengulang masa lalu Karyamin. Dan setiap kejadian berlangsung secara runtun.
Agaknya, judul itu sendiri dapat menyuratkan makna yang ingin diangkat dalam cerpen-cerpen di dalamnya. Senyum—untuk kepahitan hidup yang sering mendera Karyamin (wakil dari orang-orang desa yang miskin, yang pinggiran, dan juga yang tersingkir dari masyarakat desa) tanpa mengetahui jalan keluar darinya, dari kepahitan itu. Senyum sebagai lambang dari usaha menerima nasib, bahkan menertawainya, karena apa boleh buat. Dan dalam hampir 13 cerpen, “senyum” itu ada.

Laras Panjang Senapan Cinta

Laras Panjang Senapan Cinta
DZREPPP!
Letup dengan desibel rendah. Letusan tertahan, yang mengumpulkan sekaligus memecah udara. Seperti bunyi petir dalam gumpalan awan pekat, jauh di ujung langit. Mirip beduk dingin yang dipukul ketika malam basah. Lalu setiap orang menunggu: ada apa sesudah itu?
Sunyi.
Angin terdengar lebih detail. Kesiur udara menampar rimbun daun. Dengung halus sayap kumbang. Ah, tapi bukan itu. Di beranda, aku dikejutkan oleh derai bulu burung. Seketika aku melompat turun ke halaman rumah. Mendongak ke atas. Berlatar langit kesumba, awal senja yang cemerlang, kulihat berpuluh kelopak bulu putih jatuh seperti serpihan kapas.
Helai-helai sayap yang begitu lembut. Perlahan mencium bumi. Satu per satu. Tetapi, kenapa tak kunjung muncul pemilik bulu-bulu itu? Hatiku berdesir. Ada sesuatu yang tak biasa. Dan aku pun menyimpulkan, suara yang terdengar beberapa detik lalu adalah letusan senapan dengan peredam. Dari mana ditembakkan?
Aku memutar kepala ke kanan dan ke kiri. Mencoba mencari tanda. Sumber suara. Atau isyarat sekecil apa pun. Namun, tak terdengar langkah, dengus napas, atau kerisik rumput yang terinjak. Atau setidaknya bau keringat orang asing di sekitarku. Tentu, desa yang tenteram ini tak boleh terusik. Apalagi oleh sebuah kejahatan. Menembak burung, untuk alasan apa pun, adalah sebuah kejahatan. Maka wajar jika di dadaku, kemudian, tumbuh tunas dendam. Penembak burung itu, jika diketahui, harus mendapat ganjaran yang setimpal.
Kini, seluruh lembaran bulu sayap telah tiba di tanah.
Menemani Ayah Merokok

Satu jam menunggu dalam pesawat, bukan hal yang menyenangkan. Suasana air port Changi hanya kulihat melalui oval kaca jendela. Gugusan arsitektur yang rapi, bangunan kubikal, dengan warna-warna tropis, tampak hangat di luar sana. Di sekitar kami, beberapa pramugari Cathay Pacific sibuk mengatur penumpang yang baru masuk. Setiap kali melintas, beterbangan uap wangi dari leher dan ketiak mereka.Tapi, bukan itu yang kupikirkan saat ini. Ada seorang ayah sedang menunggu di Kaloran, Serang, Provinsi Banten. Ia sedang sakit, dan cukup kritis. Anaknya memang bukan hanya aku. Enam orang. Tetapi aku si bungsu yang sangat dinanti-nantikan."Taufan, karena telepon ke Tokyo mahal, aku ingin bicara singkat saja," ujar Kak Bayu dalam sebuah interlokal. Tiga hari yang lalu. "Ayah sakit keras. Ini hari pertama ayah pulang dari rumah sakit. Ayah rindu kamu. Namamu paling sering disebut.""Aku juga kangen ayah. Aku akan segera minta ijin agar bisa meninggalkan pekerjaan barang seminggu. Tapi, tentu tak langsung bisa bertolak hari ini," kataku."Kuharap boss-mu tidak mempersulit. Kudoakan supaya pekerjaan yang kautinggalkan tidak menjadi terbengkalai." Kak Bayu memahami keadaanku.Aku mengucapkan terimakasih dan menyampaikan salam. Sejak itu, pikiranku terbagi: antara pekerjaan yang harus kuselesaikan dan gema suara panggilan ayah. Kadang-kadang, seseorang yang sudah sepuh memiliki tabiat mirip anak kecil. Itu harus kumaklumi. Aku satu-satunya anak ayah yang belum menikah. Sementara ibu meninggal sejak sembilan tahun lalu. Bisa jadi, kerapuhan ayah bermula sejak ibu tiada. Sigaraning nyawa telah pergi. Ibarat nyala dian, sumbu dan minyak serba tinggal separuh.Akhirnya aku bertolak melalui bandara Narita. Sepanjang perjalanan, yang terbayang hanya wajah ayah. Wajah yang mengandung banyak gurat pengalaman. Garis kerut yang menyerupai lingkaran tahun pada penampang batang jati. Sungguh, ia ayah yang sangat kubanggakan! Dari pendirian-pendiriannya kuperoleh banyak pelajaran, yang kemudian mengalir dalam darahku.PESAWAT kembali mengudara. Ketika menyentuh bandara Soekarno-Hatta, belulang punggungku terasa berlepasan. Segera kutelepon rumah Kak Bayu."Syukurlah kamu sudah sampai. Fajar menjemputmu. Ini dia nomor teleponnya."Kak Fajar tersenyum di pagar pembatas. Kami berpelukan di appron, di sekitar udara Jakarta yang mengalir panas. Lalu sejuk AC mobil membawa kami ke jalan raya, meluncur sepanjang tol ke arah Merak. Kak Fajar menceritakan kesuksesan proses operasi prostat yang telah membuat ayah menderita. Selama ini, rasa sungkan membuat ayah tidak berterus-
Lagu Malam Braga
Selalu ada cita-cita dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang-kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan – yang berderet tak putus – acapkali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai.
Angin malam akan membisikkan keloneng becak di kejauhan, yang mengangkut beban dengan setengah kantuk ke arah Tamblong atau Suniaraja. Sewaktu-waktu mengirimkan pula jerit roda mobil yang sengaja menikung dengan kecepatan tinggi di perempatan, dari arah Banceuy, menjelang warung-warung sop-kaki-kambing di sisi kali Cikapundung menutup dagangan. Ia akan sedikit tersadar oleh suara mendadak itu, seperti cubitan mengagetkan pada gendang telinga. Tapi sebentar saja. Ia akan kembali melangkah dengan oleng, serupa kapal ferry yang menunggu di seberang dermaga, terayun-ayun oleh pertemuan gelombang selat. Bibirnya tersenyum dan mengguman: “Ah, anak muda borjuis! Apalagi yang mereka pikirkan selain makan terlambat? Menawar perempuan? Mengajak singgah ke diskotik? Dan menghabiskan sisa pagi di kamar motel? Puah! Ya, apalagi yang mereka pertimbangkan?”
Bulan yang berlayar di sela langit, begitu tenang dengan cahaya gadingnya, terapit jajaran rapat pertokoan Braga yang hangus oleh gelap malam. Ia menatap sambil terus melangkah di atas paving-block yang memang tidak rata. Melampaui toko demi toko. Terseok di antara mobil parkir yang nyaris beku oleh dingin malam. Serta-merta ia pun merapatkan jaketnya.

Dua Dunia

Cerpen “Dua Dunia” mengisahkan tentang kekuatan seorang wanita yang bernama Isnawati. Dalam menjalani hidupnya. Tubuhnya kini telah habis oleh penyakit tifus yang tealah menyerangnya. Rambutnya rontok setiap kali ia sisir. Dan tubuhnya sudah tidak segar seperti dulu lagi. Selain itu, ia juga harus membatasi semua aktifitasnya tidak seperti dulu. Ia adalah seorang janda yang memiliki satu anak. Suaminya Darwono telah melukai hatinya. Dan sekarang Darwono ingin mengambil anaknya. Namun Isnawati menolak untuk memberikan anaknya. Ia tidak mau anaknya dirawat ibu tiri. Isnawati selama ini tidak mengetahui bahwa mantan suaminya sering memberi uang kepada ibunya. Namun uang tersebut digunakan untuk berjudi oleh ibunya. Setelah ibunya meninggal hanya hutang yang bertumpuk yang ia tinggalkan. Sedangkan gaji pensiunan ayahnya tidak mampu melunasi hutang tersebut. Isnawani meninggalkan suaminya kareana ia tidak betah tinggal bersama mertuanya suka mengatur suaminya. Sedangka sumainya selalu menurut. Ibu mertuanya adalah ibu tiri suaminya. Dan kedunya melakukan hubungan yang sepantasnya tidak dilakukan antara ibu tiri dan anaknya. Hal itulah yang membuat Isnawati meinggalkan suaminya.
Cerpen”Istri Prajurit” mengisahkan tentang ketegaran iasri prajurit yang ditinggal mati. Dan temannya berusaha memberikan semangat untuk menjalani idup yang seperti dahulu. Hidup yang penuh semangat.
Cerpen “Perempuan Warung” mengisahkan Kinah yang menggantikan kakak perempuanya untuk berjualan di warung dikarenakan kakaknya melahirkan. Ia menjaga warung bersama kakak iparnya yaitu Karjan. Namun Karjan sering memarahi Kinah layaknya sebagai seorang pembantu. Kinah melayani setiap pelanggan dengan menundukan kepala. Dan tanpa berkata sepatah kata pun. Pada suatu ketika datang seorang laki-laki berbadan tegap ke warungnya. Kinah melayani laki-laki tersebut seperti biasa tanpa menunjukan mukanya. Sedang kakak iparnya pergi mencari hiburan. Tiba-tiba laki-laki tersebut manggil Kinah. Ternyata laki-laki tersebut adalah laki-laki yang telah merenggut keperawanan Kinah. Ia adalah Marjo. Keduanya bersal dari desa yang sama. Desa yang kurang subur. Sehingga banya penduduk yang menjadi maling. Dan banyak meninggalkan desa tersebut. Marjo mulai merayu Kinah seperti dahulu. Namun Kinah berusah menolaknya karea keduanya sama-sam sudah berumah tangga.
Cerpen “Warung Bu Sally” mengisahkan tentang seseorang yang bernama Saliem dan suaminya yang bernama Samijo. Keduanya adalah orang yang berasal dari desa. Keduanya hidup susah. Dan memiliki banyak anak. Samijo bekerja sebagai buruh bangunan. Mereka tinggal di sebuah rumah yang terbuat alakadarnya. Di dekat seklolah. Karena pekarangan sekolah tersebut lebih banyak dan tidak digunakan. Sehingga bu Saliem membuka warung pecel di rumah tersebut. Dan anak-anak sekolah banyak yang jajan diwarungnya. Suatu ketika datang seorang laki-laki yang memakai setelan rapih datang ke warungnya.ia memesan satu porsi pecel. Dan setelah memakan pecel tersebut ia memuji percel buatannya. Ternyata laki-laki tersebut adalah orang dari pepsodent yang menawarkan kerjasama. Dengan cara measang iklan pada warung tersebut. Hal itu diwujudkan dengan papan nama waarung tersebut yaitu Warung Bu Sally yang dibarengi dengan lambang pepsodent.
Cerpen “keberuntungan” mangisahkan Jamjuri yang mengalami nasib yang kurang beruntung pada awalnya. Karena ia harus bekerja keras untuk mendapatkana yang ia inginkan termasuk mendapatkan Kasnah. Sedangkan Suro mendaptkan apa yang ia inginkan dengan mudah. Dengan cara meminta belas kasihan orang lain. Namun di akhir cerita keberuntungan berbalik, Jamsuri mendapatkan Kasnah yang selama ini ia impikan. Sedangkan Suro malah menjatuhkan hasil panen Kasnah ke jurang.